Ayat bacaan: Yakobus 1:23-24
=========================
"Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya."
=========================
"Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya."
Practice makes perfect adalah sebuah ungkapan yang
menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk terus berlatih dalam
proses kontinu agar bisa mencapai hasil sempurna. Kita tidaklah bisa
langsung mencapai hasil maksimal. Ada proses yang harus kita jalani,
dimana keseriusan dan ketekunan akan sangat menentukan apakah itu akan
berhasil atau tidak. Orang yang sudah terlatih dalam pekerjaannya akan
mendapat nilai lebih dalam dunia pekerjaan, itulah sebabnya pengalaman
kerja menjadi salah satu poin penting yang sering disorot oleh
perusahaan dalam merekrut tenaga kerja baru.
Beberapa aktor/aktris film yang harus memerankan karakter berat biasanya
harus melakukan observasi menyeluruh terlebih dahulu agar aktingnya
bisa bersinar. Dustin Hoffman yang memerankan tokoh penderita savant
syndrome dalam film Rain Man masih terbawa aktingnya setelah film
selesai bahkan setelah ia menerima penghargaan piala Oscar di akhir
tahun 80an. Anthony Hopkins pemeran Dr Hannibal Lecter yang kejam dalam
film Silence of the Lambs membuat banyak teman-temannya sempat takut
bertemu karena karakternya begitu menyatu. Seorang aktor dari negara
kita sendiri pernah bercerita kepada saya bagaimana sulitnya untuk
memerankan tokoh yang sakit jiwa. Ia bercerita bahwa ia harus
berhari-hari mengobservasi rumah sakit jiwa bahkan mencoba menetap di
salah satu selnya. Setelah itu ia harus mengadopsi gerak gerik dan cara
berbicara penderita lewat latihan berulang-ulang agar ia tidak lupa
ketika di depan kamera. "Saya harus benar-benar menyatu dengan karakter
itu agar akting saya terlihat nyata." katanya.
Di sisi lain apabila anda belajar tentang sesuatu dan tidak pernah
mempraktekkannya, anda akan mudah lupa. Coba ingat-ingat pelajaran anda
semasa SMA atau kuliah, bukankah anda sudah melupakan banyak pelajaran
yang dahulu anda tahu? Sedangkan apa yang anda kerjakan saat ini setelah
melewati proses dan perjalanan waktu yang signifikan tentu akan melekat
di benak anda. Semua ini menunjukkan pentingnya untuk mengaplikasikan
apa yang kita pelajari secara langsung dalam kehidupan nyata agar
membawa manfaat yang baik dan tidak cepat kita lupakan.
Demikian pula dalam menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kita perlu
menerapkan apa yang kita pelajari secara langsung baik dalam pekerjaan
maupun kehidupan agar semua tidak menguap percuma dan bisa membawa
kebaikan dalam hidup kita. Kemarin saya sudah mengangkat pentingnya
untuk tidak hanya berhenti mendengar Firman saja tetapi hendaklah kita
menindaklanjutinya dengan menerapkan apa yang kita dengar dalam kehdupan
nyata sehari-hari. Rajin beribadah raya, rajin mendengar kotbah, rajin
mencatat, rajin baca Alkitab, itu semua tentu baik. Tapi itu semua cepat
atau lambat akan menguap jika tidak diterapkan langsung dalam cara
hidup kita. Hari ini mungkin masih ingat, tapi besok lusa bisa hilang
ditelan waktu. Rajin mendengar kotbah itu amat baik. Mencatatnya, lebih
baik lagi. Rajin membaca Alkitab dan mereview ulang catatan kotbah itu
baik. Tapi semua itu tidak akan membawa manfaat apa-apa jika tidak
dilakukan.
Yakobus sudah menyampaikan betapa pentingnya hal ini untuk kita
perhatikan sejak pasal awal. Pertama-tama ia mengingatkan kita agar
membersihkan segala kotoran di dalam hati kita agar bisa menerima firman
dengan lembut di sana. "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang
kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah
lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan
jiwamu." (Yakobus 1:21). Tapi itu belumlah cukup karena ia mengingatkan agar kita jangan berpuas diri hanya sampai disitu saja. "Tetapi
hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja;
sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (ay 22). Bukan hanya sia-sia, Yakobus menggambarkannya sama seperti orang yang menipu diri sendiri. Alasannya? "Sebab
jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia
adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang
sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah
pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya." (ay 23-24).
Jika ayat ini agak membingungkan, maksud Yakobus adalah sebagai berikut.
Bayangkan jika anda sedang bercermin. Anda hanya akan melakukan itu
dalam waktu singkat hingga semuanya terlihat beres, lalu anda pun akan
beranjak pergi dan tidak lagi mengingat-ingat apa yang barusan anda
lihat. Selang beberapa waktu, wajah mungkin mulai berkeringat dan
terlihat berminyak, rambut mulai kehilangan kerapiannya, dan itu tidak
akan anda ketahui apabila anda tidak kembali bercermin. Itulah ilustrasi
yang diberikan Yakobus. Orang yang berhenti hanya sampai mendengar
firman tanpa melakukan ibarat orang yang hanya bercermin dalam waktu
yang singkat kemudian sesaat kemudian tidak lagi ingat seperti apa rupa
mereka.
Pentingnya menjadi pelaku firman adalah hal mendasar yang harus selalu
kita perhatikan. Adalah sangat baik jika anda sudah mulai mau menyimak
kotbah di gereja secara serius dan meluangkan waktu teratur untuk
membaca Firman Tuhan di dalam Alkitab, lewat membaca renungan, lewat
mendengar kotbah di radio atau rekamannya. Semua itu sangatlah baik.
Tetapi janganlah berhenti hanya sampai di situ saja. Langkah selanjutnya
adalah mengaplikasikan ketetapan-ketetapan Tuhan yang telah kita baca
atau dengar untuk teraplikasi secara nyata dalam kehidupan kita. Jika
tidak, semua akan menguap sia-sia atau dikatakan sama dengan orang yang
sedang menipu dirinya sendiri, yang kata Yakobus ibarat orang yang
mematut diri di cermin lalu kemudian langsung lupa seperti apa rupanya
tepat setelah beranjak dari cermin.
Selanjutnya mari kita perhatikan. Apakah Firman-firman itu sudah tertanam dan teraplikasi dalam hidup kita akan terpancar dari bagaimana cara kita hidup. Jika belum ada perubahan, itu artinya Firman belumlah berfungsi apa-apa dalam kehidupan kita. Adalah menarik jika kita bisa melihat keluhan Paulus tentang sulitnya untuk menaklukkan keinginan daging yang menginginkan berbagai perbuatan dosa seperti yang bisa kita baca dalam kitab Roma. Katanya: "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19). Apa maksudnya? Demikian penjelasan Paulus: "Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku." (ay 22-23). Bukankah konflik batin itu sering terjadi pula dalam hidup kita? Hati mungkin sangat haus akan firman Tuhan dan rindu untuk mengalami transformasi, berubah semakin baik dan lebih baik lagi, tapi berbagai keinginan daging bisa dengan segera menghambat dan menggagalkan. Walaupun kita sangat ingin berubah, kita masih saja gagal dan kembali jatuh pada dosa yang sama.
Ingatlah bahwa kita sebenarnya sudah dimerdekakan oleh Yesus sendiri. Yesus berkata: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Kemerdekaan sudah dianugerahkan kepada kita lewat mengetahui kebenaran. Akan tetapi bila kita tidak mengaplikasikan firman-firman itu secara nyata dalam setiap langkah kita, maka berbagai kedagingan kita akan siap mengembalikan kita kepada pelanggaran-pelanggaran atau kebiasaan lama kita yang buruk, kembali menempatkan kita sebagai tawanan dosa dan kehilangan kemerdekaan yang sudah dikaruniakan itu. Karena itulah kita harus selalu berjuang mengatasi keinginan daging, dan itu bisa kita lakukan lewat aplikasi secara langsung atas Firman-firman yang telah tertanam dengan lembut di hati kita di dalam apapun yang kita lakukan atau kerjakan.
Firman Allah itu sesungguhnya bukanlah hanya kumpulan huruf yang mati melainkan sesuatu yang hidup, kuat dan tajam. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Firman yang kita aplikasikan itu akan sanggup memberi perbedaan nyata dan membuat kita tahu mengenai apa yang benar dan mana yang salah. Firman Allah merupakan senjata yang ampuh untuk melawan segala godaan dosa dan memampukan kita untuk menaklukkan segala pikiran kepada Kristus dan kebenaran Kerajaan yang Dia sampaikan.
Kembali kepada Yakobus, ia juga mengatakan bahwa "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25). Tekun beribadah tapi tidak mampu menjaga lidah, itu sama artinya dengan menipu diri sendiri, dan hanyalah akan membawa kesia-siaan belaka. (ay 26). Kita tahu bahwa kita harus mengasihi dan berdampak bagi lingkungan, tapi jika hanya sebatas tahu tanpa dilakukan maka kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Kita tahu bahwa kita harus hidup kudus, tapi jika kita terus terseret dalam kecemaran yang ditawarkan dunia, maka semua hanyalah akan sia-sia.
Maka Yakobus mengingatkan betapa pentingnya untuk meningkatkan keseriusan kita agar tampil sebagai orang-orang yang melakukan atau menerapkan Firman dalam kehidupannya alias menjadi pelaku Firman agar kita bisa terhindar dari kecemaran dunia. Dengan kata lain, ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah adalah ibadah yang menerapkan atau mengaplikasikan firman-firman Tuhan yang telah kita dengar, yang telah tertanam dalam hati kita, dalam setiap sendi kehidupan kita, menghidupi Firman-Firman itu secara nyata yang bisa membawa dampak luar biasa bagi lingkungan. Itulah yang akan memerdekakan kita dan akan mendatangkan kebahagiaan surgawi baik dalam hidup kita pribadi maupun orang-orang disekitar kita.
Be doers of the Word and not hearers only
Selanjutnya mari kita perhatikan. Apakah Firman-firman itu sudah tertanam dan teraplikasi dalam hidup kita akan terpancar dari bagaimana cara kita hidup. Jika belum ada perubahan, itu artinya Firman belumlah berfungsi apa-apa dalam kehidupan kita. Adalah menarik jika kita bisa melihat keluhan Paulus tentang sulitnya untuk menaklukkan keinginan daging yang menginginkan berbagai perbuatan dosa seperti yang bisa kita baca dalam kitab Roma. Katanya: "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19). Apa maksudnya? Demikian penjelasan Paulus: "Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku." (ay 22-23). Bukankah konflik batin itu sering terjadi pula dalam hidup kita? Hati mungkin sangat haus akan firman Tuhan dan rindu untuk mengalami transformasi, berubah semakin baik dan lebih baik lagi, tapi berbagai keinginan daging bisa dengan segera menghambat dan menggagalkan. Walaupun kita sangat ingin berubah, kita masih saja gagal dan kembali jatuh pada dosa yang sama.
Ingatlah bahwa kita sebenarnya sudah dimerdekakan oleh Yesus sendiri. Yesus berkata: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Kemerdekaan sudah dianugerahkan kepada kita lewat mengetahui kebenaran. Akan tetapi bila kita tidak mengaplikasikan firman-firman itu secara nyata dalam setiap langkah kita, maka berbagai kedagingan kita akan siap mengembalikan kita kepada pelanggaran-pelanggaran atau kebiasaan lama kita yang buruk, kembali menempatkan kita sebagai tawanan dosa dan kehilangan kemerdekaan yang sudah dikaruniakan itu. Karena itulah kita harus selalu berjuang mengatasi keinginan daging, dan itu bisa kita lakukan lewat aplikasi secara langsung atas Firman-firman yang telah tertanam dengan lembut di hati kita di dalam apapun yang kita lakukan atau kerjakan.
Firman Allah itu sesungguhnya bukanlah hanya kumpulan huruf yang mati melainkan sesuatu yang hidup, kuat dan tajam. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Firman yang kita aplikasikan itu akan sanggup memberi perbedaan nyata dan membuat kita tahu mengenai apa yang benar dan mana yang salah. Firman Allah merupakan senjata yang ampuh untuk melawan segala godaan dosa dan memampukan kita untuk menaklukkan segala pikiran kepada Kristus dan kebenaran Kerajaan yang Dia sampaikan.
Kembali kepada Yakobus, ia juga mengatakan bahwa "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25). Tekun beribadah tapi tidak mampu menjaga lidah, itu sama artinya dengan menipu diri sendiri, dan hanyalah akan membawa kesia-siaan belaka. (ay 26). Kita tahu bahwa kita harus mengasihi dan berdampak bagi lingkungan, tapi jika hanya sebatas tahu tanpa dilakukan maka kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Kita tahu bahwa kita harus hidup kudus, tapi jika kita terus terseret dalam kecemaran yang ditawarkan dunia, maka semua hanyalah akan sia-sia.
Maka Yakobus mengingatkan betapa pentingnya untuk meningkatkan keseriusan kita agar tampil sebagai orang-orang yang melakukan atau menerapkan Firman dalam kehidupannya alias menjadi pelaku Firman agar kita bisa terhindar dari kecemaran dunia. Dengan kata lain, ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah adalah ibadah yang menerapkan atau mengaplikasikan firman-firman Tuhan yang telah kita dengar, yang telah tertanam dalam hati kita, dalam setiap sendi kehidupan kita, menghidupi Firman-Firman itu secara nyata yang bisa membawa dampak luar biasa bagi lingkungan. Itulah yang akan memerdekakan kita dan akan mendatangkan kebahagiaan surgawi baik dalam hidup kita pribadi maupun orang-orang disekitar kita.
Be doers of the Word and not hearers only
Sumber : http://renungan-harian-online.blogspot.com