Di dlm Firman-Nya ada kepastian. Roh Kudus akan memimpin kita berjln di atas ketidakpastian. Ia hanya butuh kita percaya & taat Kisah 10:19-20

Senin, 26 Oktober 2015

PUTUS CINTA

Ayat bacaan: Mazmur 13:3a
======================
"Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?"



Dalam lagunya Titiek Puspa bilang, Jatuh Cinta itu berjuta rasanya. Berjuta rasa bahagia tentunya yang beliau maksud. Bagaimana kalau putus cinta? Sepertinya sama, berjuta juga rasanya, tetapi rasa-rasa yang berlawanan dengan mereka yang jatuh cinta. Rasa perih akibat hati yang luka dan patah, sedih yang mendalam, rasa kehilangan atau mungkin juga perasaan tersakiti yang bisa mendatangkan rasa benci maupun dendam. Apapun itu, patah hati akibat putus cinta tidak akan pernah enak rasanya. Kalau yang putus karena merasa perbedaan di antara mereka memang tak bisa dihindari lagi atau terjadinya penghianatan dalam hubungan saja sakit sekali, apalagi kalau putus itu terjadi karena faktor-faktor diluar pasangan, sementara sebenarnya mereka masih saling mencintai. Misalnya tidak mendapat persetujuan orang tua, harus melanjutkan atau fokus kepada studi terlebih dahulu dan sebagainya. Faktor penyebab putus cinta tak terhitung banyaknya, tetapi semuanya jelas menimbulkan rasa sakit.

Tadinya berdua sekarang harus sendiri. Tadinya ada sekarang tiada. Bisa jadi luka itu terasa terlalu parah sehingga orang yang mengalami menjadi sulit untuk maju. Beberapa orang yang saya kenal memilih untuk tidak menikah lagi gara-gara rencana yang mereka bangun dengan orang yang mereka cintai harus kandas di masa muda mereka. Dan mereka ini bukanlah orang yang jauh kekerabatannya sehingga saya tahu betul bagaimana sulitnya mereka lepas dari trauma percintaan mereka. Ada yang tidak sampai separah itu dampaknya tapi memerlukan waktu lama untuk menyembuhkan luka. Sebaliknya ada pula yang lebih parah, memutuskan untuk melakukan tindakan bodoh dengan mengakhiri hidup mereka karena merasa tidak kuat menanggung derita itu.

Minggu, 18 Oktober 2015

MENGHINDARI JEBAKAN DOSA


Ayat bacaan: Amsal 4:15
==================
"Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus."

Kalau ada lubang menganga di tengah jalan, anda tentu tidak akan cuek menabrak lubang tersebut melainkan menghindarinya. Jika anda pengendara motor, itu bisa sangat membahayakan nyawa atau menimbulkan cedera. Bagi yang pakai mobil mungkin tidak sampai separah itu, tapi tetap saja kaki-kakinya dan berbagai onderdil lain di kolong mobil bisa rusak. Ongkos memperbaikinya bisa menghabiskan uang yang tidak sedikit. Saya yakin tidak ada seorangpun yang akan dengan sengaja mengarahkan kendaraannya ke lubang, apalagi kalau besar. Setidaknya kalaupun harus kena lubang, kendaraan akan dipelankan saat melintasinya. Tapi tetap saja ada korban dari jalanan yang dibiarkan berlubang-lubang, yang biasanya terjadi karena sang pengendara kurang hati-hati. Bisa jadi tengah melamun, atau kurang konsentrasi saat mengemudi, atau karena tidak fokus sambil mengerjakan hal lain.

Dalam kehidupan ini ada begitu banyak "lubang" yang siap menelan kita. Kalau kita memperhatikan betul setiap langkah, kita seharusnya bisa menghindarinya. Tapi saat kita lengah atau tidak hati-hati, kita bisa masuk ke dalam lubang dan kemudian diperangkap dosa. Dan seringkali, kita begitu lemah menghadapi perangkap-perangkap dosa yang terpasang di depan kita. Sedikit saja terlihat nikmat, kita akan terjebak, atau malah dengan "sukarela" masuk ke dalam perangkap. Hanya karena kesenangan sesaat kita rela mengorbankan keselamatan kekal yang sudah dianugerahkan kepada kita. Begitu rentannya kita terhadap berbagai godaan. Keinginan daging begitu mudah menguasai diri kita. Berbagai peringatan lewat hati nurani, lewat roh dan sebagainya kita abaikan demi kenikmatan yang sesaat saja. Satu dua kali mungkin kita tidak merasa apa-apa, tetapi pada suatu ketika kita harus menanggung konsekuensi kerugian akibat bermain-main dengan lubang jebakan itu.

Rabu, 14 Oktober 2015

PENERANG DALAM GELAP

Ayat bacaan: Mazmur 119:105
====================
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."
Jika anda melaju di jalan dalam kota besar yang terang benderang, lampu mobil mungkin tidak begitu besar manfaatnya. Tetapi kalau anda mengemudi pada malam hari di lokasi pelosok daerah, anda tentu akan lebih menghargai adanya lampu mobil yang berfungsi baik. Saat tidak ada lampu jalan atau lampu dari mobil lainnya, kita akan sangat tergantung pada lampu mobil kita. Dan di Indonesia lokasi tak berlampu masih sangat banyak sekali. Belum lagi lokasi jalan yang sempit dan ada jurang di salah satu atau ke dua sisinya. Itu akan sangat berbahaya apabila harus dilewati tanpa lampu di malam hari. Meski anda sudah hapal jalannya sekalipun, tetap saja akan berbahaya kalau dilalui tanpa lampu sama sekali.

Contoh di atas saya rasa sangat tepat untuk menggambarkan kebutuhan kita akan terang untuk bisa melalui hidup yang penuh dengan kegelapan. Adalah fakta bahwa hidup pun seringkali penuh ketidakpastian, bahkan ada kalanya situasi terlihat begitu gelap sehingga kita bisa merasa khawatir atau takut menatap kemungkinan yang akan terjadi esok hari. Kemampuan kita yang sangat terbatas membuat kita tidak bisa melihat apa yang terjadi di masa depan. Kita hanya bisa memilih untuk terus berjalan atau sebaliknya berhenti bahkan mundur. Betapa seringnya ketidakpastian membuat kita hidup dalam ketakutan dan berpikir bahwa itulah akhir dari segala-galanya, apalagi jika apa yang kita hadapi terlihat begitu gelap tanpa seberkas cahaya sedikitpun di ujung sana.

Minggu, 11 Oktober 2015

JIWA KEHAUSAN

Ayat bacaan: Ratapan 3:24
======================
"TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya."
 
Kehausan itu tidak enak rasanya, apalagi kalau untuk waktu yang panjang. Pada suatu kali saat ke luar kota mobil saya mengalami pecah ban. Jalan sudah sunyi dan kebetulan sedang ada di lokasi jauh dari penduduk dan bukan pula jalan lintas. Belum ada telepon genggam pada saat itu sehingga saya tidak bisa mengontak siapapun untuk menolong. Mau tidak mau saya harus mengganti ban sendiri. Masalah bertambah karena selain tidak punya senter di mobil, ternyata dongkrak saya berkarat, susah sekali diputar untuk mengangkat mobil. Butuh tenaga luar biasa besar, sementara sebenarnya saya sudah lumayan lama menahan haus saat masih di jalan. Setelah mati-matian berusaha memutar dongkrak, saya akhirnya menyerah. Saya terpaksa menginap disana sampai ada orang yang lewat dan mau menolong. Ada beberapa mobil yang lewat, tapi tidak ada yang berhenti. Setelah menjelang siang hari barulah ada yang berkenan meminjamkan dongkraknya. Setelah berjalan, baru sejam kemudian saya menemukan tempat dimana saya bisa membeli air minum. Itu kehausan yang paling parah yang pernah saya alami. Dan saya masih ingat betul bagaimana nikmatnya saat air akhirnya kembali mengalir di tenggorokan saya.




« »
« »
« »
Get this widget