Di dlm Firman-Nya ada kepastian. Roh Kudus akan memimpin kita berjln di atas ketidakpastian. Ia hanya butuh kita percaya & taat Kisah 10:19-20

Jumat, 27 Juni 2014

MEWASPADAI KEANGKUHAN

Ayat bacaan: Amsal 8:13
=======================
"Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat."

"Sombong? Ke laut aja." Demikian bunyi status seorang teman di jejaring sosial. Ia mungkin tengah merasa kesal berhadapan dengan orang yang menunjukkan perilaku sombong terhadapnya sehingga bentuk kekesalannya ia ekspresikan dengan menuliskan kalimat itu disana. Tidak ada satupun dari kita rasanya suka dengan orang-orang sombong, tapi mereka akan selalu ada di sekitar kita. Setiap saat kita mungkin saja bertemu dengan orang bertipe seperti ini, atau jangan-jangan sadar atau tidak kita pun berpotensi menunjukkan sikap yang sama. Sikap sombong muncul saat orang menghargai diri secara berlebihan alias memandang diri lebih dari orang lain. Orang biasanya menjadi sombong kalau memiliki sesuatu yang rasanya lebih dari kebanyakan orang. Bisa harta kepemilikan, bisa keahlian, relasi dan sebagainya, bahkan ironisnya bisa pula karena merasa sudah rajin beribadah, melayani atau beramal. Yang juga sering terjadi, kesombongan bisa sangat cepat muncul ketika terjadi perubahan status menjadi lebih makmur, lebih sukses dan sebagainya dalam waktu yang terlalu singkat, waktu keberhasilan tidak diimbangi dengan kesiapan mental dan spiritual dalam menerimanya. Sombong, angkuh, congkak, pongah dan padanan-padanan kata lainnya semuanya mengarah pada pengertian yang sama, yaitu menghargai diri secara berlebih-lebihan dan memandang orang lain lebih rendah dari diri sendiri.

Pada kenyataannya, kesombongan tidak harus selalu berbanding lurus dengan kesuksesan, kekayaan atau keberhasilan tapi lebih kepada masalah kepribadian. Saya sudah bertemu banyak orang sukses, populer, terkenal atau bahkan melegenda dalam bidang mereka masing-masing, tetapi mereka masih bisa menunjukkan sikap rendah hati, bersahabat dan ramah ketika bertemu. Tahun lalu saya mendapat kesempatan mewawancarai seorang musisi legendaris dunia yang sudah bermusik sejak tahun 50an dan menciptakan banyak trend seiring perubahan era. Ia merupakan figur panutan banyak musisi dari generasi ke generasi, sangat berpengaruh dan merupakan salah satu dari sedikit legenda penting yang masih hidup hingga hari ini. Saat wawancara ia menunjukkan sikap yang sangat ramah meski ia baru saja sampai setelah menempuh perjalanan jauh dari negaranya ke Indonesia. Belum istirahat, belum juga masuk ke kamar hotel, ia langsung menyanggupi sebuah sesi wawancara dengan senang hati. Keesokan harinya saya kembali bertemu dengannya di lobi hotel. Diluar dugaan, ia langsung menyapa dan meminta maaf. Minta maaf untuk apa? Saya kaget ketika ia mengatakan hal itu. Ternyata ia merasa bahwa kemarin ia tidak maksimal dalam menjawab pertanyaan, padahal saya merasa ia sudah sangat baik melakukan itu dengan keramahan dan sikap bersahabat yang luar biasa untuk orang sekelasnya. "I'm sorry I wasn't fit yesterday, I was having a jet lag I guess", katanya sambil tersenyum dan mengulurkan tangan untuk bersalaman. Wow, orang sepertinya masih bisa menunjukkan sikap rendah hati seperti itu, sementara sebagian dari artis kita yang masih seumur jagung karirnya dan kemampuannya biasa saja bisa sangat arogan, pamer harta di infotainment, tinggi omongannya dan bersikap seolah yang terhebat sepanjang masa. Hebatnya ia masih ingat apa yang kami bicarakan sebelumnya dan memberi jawaban yang lebih rinci tanpa saya minta sama sekali. Pengalaman ini menjadi salah satu yang paling berkesan sepanjang hidup saya. Sikapnya terasa sangat menginspirasi dan memberkati.

Menyambung dua renungan terdahulu yang bersumber dari 1 Yohanes 2:15-16, hal ketiga yang patut kita waspadai adalah keangkuhan. Ketika kita berada dalam posisi yang tinggi dalam jabatan, ketika kita memiliki suatu kelebihan dibanding orang lain, baik dalam hal harta, kemampuan atau skill dan lain-lain, dosa keangkuhan ini diam-diam bisa menyelinap dalam diri kita, apalagi kalau kita memberi ruang untuknya. Keangkuhan dapat membutakan rohani, membuat pelakunya lupa bahwa semua yang ia dapat berasal dari berkat Tuhan, bukan atas kemampuannya semata, bukan hanya sebuah kebetulan tanpa sebab yang pantas disombongkan. Betapa ironisnya jika orang yang diberkati Tuhan dengan talenta atau kemakmuran bukannya bersyukur dan semakin peduli, tapi malah menjadi sombong. Sebuah sikap sombong atau angkuh pun bisa menjadi dasar sikap manusia untuk menolak kebenaran dan cenderung menuhankan dirinya sendiri. Karena itulah sikap angkuh atau sombong menjadi salah satu dari tujuh hal yang dibenci Tuhan seperti yang diuraikan Salomo dalam kitab Amsal. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-17). Perhatikan diantara daftar kejahatan yang dilakukan manusia dan dibenci Tuhan ini termasuk diantaranya "mata sombong". Mata sombong dalam bahasa Inggrisnya disebutkan "Proud look" yaitu sikap angkuh yang meninggikan diri sendiri dan menganggap rendah orang lain.

Alkitab mencatat banyak kisah mengenai ketidaksukaan Tuhan terhadap sikap angkuh. Dari kisah raja Hizkia dalam kitab 2 Raja Raja dan 2 Tawarikh kita bisa mendapati satu diantaranya. Hizkia adalah seorang raja yang saleh yang punya hubungan dekat dengan Tuhan. Hizkia dikenal selalu berpaut pada Tuhan dan berpegang pada perintah-perintah Tuhan sehingga dikatakan bahwa tidak ada lagi yang sama seperti dia diantara raja-raja Yehuda. (2 Raja Raja 18:5-6). Sayangnya ditengah kelimpahan berkat Tuhan yang selalu menyertainya, Hizkia sempat jatuh dalam keangkuhan. Akibatnya hampir saja Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka Allah. Untunglah Hizkia cepat sadar akan keangkuhannya sehingga murka Allah tidak sampai menimpa bangsa yang dipimpin Hizkia pada masa pemerintahannya (2 Tawarikh 32:25-26).
Contoh lainnya bisa kita pelajari dari apa yang terjadi pada raja Nebukadnezar dalam kitab Daniel. Keangkuhan yang membuat Nebukanedzar meninggikan diri diganjar Tuhan dengan membuat dirinya menjadi seperti lembu hingga tujuh masa. (Daniel 4:1-37).

Keangkuhan sangatlah berlawanan dengan kerendahan hati yang menjadi ciri khas kekristenan sebenarnya. Dalam Amsal dikatakan "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13). Takut akan Tuhan sudah seharusnya membuat orang-orang yang menjalankannya membenci segala jenis kejahatan termasuk dosa-dosa kesombongan atau kecongkakan, berbagai perilaku jahat dan kebohongan atau tipu muslihat.

Tuhan sangat menentang keangkuhan. "Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6) Ketinggian hati akibat keangkuhan membuat orang menolak bergantung pada Allah dan memberikan kepada diri sendiri kehormatan yang seharusnya diberikan pada Tuhan. Seperti halnya keinginan daging dan keinginan mata, perkara keangkuhan pun dapat membuat kita tersandung dalam perjalanan hidup kita untuk menerima keselamatan, sebuah anugerah yang sangat besar yang sudah Dia berikan kepada kita. Ada banyak dosa mengintip dari kesombongan. Seringkali kita lupa menyadari hal ini dan menganggap bahwa sikap sombong itu tidaklah serius. Mungkin kita tidak mencuri, tidak membunuh, tapi sesungguhnya sikap sombong pun sama-sama berbahaya dan bisa berakibat fatal bagi masa depan kita.

Kita harus terus meneladani perilaku Kristus yang melayani siapapun dengan penuh kasih. Dalam kasih tidak akan pernah ada tempat bagi keangkuhan. Lihatlah firman Tuhan berikut: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 korintus 13:4). Ketika kita mendapat limpahan berkat baik dari segi kemakmuran, ketrampilan maupun talenta, bersyukurlah pada Tuhan dan pakailah itu untuk memberkati sesama. Jangan pernah lupa sebuah anjuran penting dalam menyikapi kesuksesan atau segala kebaikan yang tengah ada dalam hidup kita. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Ingat pula ayat berikut ini: "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Lihatlah sudah berapa banyak contoh atau bukti yang kita lihat dari kejatuhan orang-orang sukses di bidangnya masing-masing yang justru diawali dari ketidakmampuan mengendalikan diri. Tentu bukan berarti kita tidak boleh senang atas pencapaian-pencapaian kita hari ini. Disatu sisi rendah diri pun tidaklah baik, tapi jangan pakai kesuksesan, keberhasilan, keahlian dan kebaikan-kebaikan lainnya untuk menyombongkan diri, menghargai diri secara berlebihan melainkan muliakan Tuhan kembali dengan semua itu dengan penuh rasa syukur. Hindari sikap sombong dalam keadaan apapun, apapun alasannya. Awasi baik-baik hati kita, periksa terus secara rutin agar jangan sampai ada benih-benih kesombongan yang tersembunyi hidup di dalamnya.

Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk, demikianlah kita harus tetap rendah diri dan menghindari keangkuhan




Sumber : http://www.renunganharianonline.com




« »
« »
« »
Get this widget