Ayat bacaan: Keluaran 3:14 (English Amp)
===============
"And God said to Moses, I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE"
===============
"And God said to Moses, I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE"
Bagaimana reaksi kita ketika menghadapi masalah atau beban hidup, kesulitan yang tampaknya bagai lorong berliku (maze)
dimana pintu keluarnya tidak kunjung ketemu? Setiap orang tentu pernah
mengalami hal ini pada suatu ketika. Akhir-akhir ini teman saya tengah
menghadapi persoalan seperti itu. Dari satu kesulitan kepada satu
kesulitan lain yang tampaknya berbelit-belit. Ia pun mulai 'down' dan
mengeluhkan keterbatasannya dalam berbagai hal. Mungkin karena saya
kurang ini, kurang itu, bahkan ia mulai meragukan kepedulian Tuhan dan
mengira bahwa Tuhan menutup mata terhadap pergumulannya. Perasaan memang
bisa mempengaruhi kita. Jika perasaan negatif itu dibiarkan
berlarut-larut maka performance kita dalam hidup bisa menurun. Kita
menjadi kehilangan percaya diri, mulai takut dan pada akhirnya
kehilangan harapan. Jika diibaratkan petinju, kita sudah melempar handuk
tanda menyerah. Kalau dimisalkan dengan lampu maka sudah redup bahkan
mati. Mengapa hal ini terjadi? Yang sering menjadi penyebabnya adalah
kebiasaan kita untuk melihat kelemahan-kelemahan yang ada ketimbang
melihat Sosok yang sesungguhnya senantiasa berjalan bersama kita.
Inilah yang dialami Musa disaat ia pertama kali mendapat tugas berat. Pada saat itu Musa sudah tidak lagi muda, dan merasa punya kekurangan atau kelemahan dari kemampuan berbicara meyakinkan orang. Maka ketika Tuhan tiba-tiba memanggilnya dikala Musa sedang menggembalakan domba-domba milik Yitro, mertuanya, ia pun meragukan kesanggupannya. Saya yakin dalam seketika ada banyak keraguan berkecamuk dibenaknya, terutama masalah percaya diri. "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Dengan kata lain Musa mencoba meyakinkan Tuhan bahwa Tuhan salah pilih orang. Reaksi ini sangatlah wajar mengingat Musa tidak punya pengalaman dalam hal meyakinkan orang lewat kata-kata, terlebih mengingat bangsa Israel adalah bangsa yang keras kepala serta tegar tengkuk. Lalu bagaimana jawaban Tuhan? "Bukankah Aku akan menyertai engkau?" (ay 12). Ketika Musa kembali bertanya, maka Tuhan menjawab dengan tegas: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (ay 14). Dalam bahasa Inggrisnya lebih tegas: "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE, and He said, You shall say this to the Israelites: I AM has sent me to you!" Agak sulit memang menerjemahkan kalimat yang diucapkan Tuhan ini, tetapi saya percaya anda bisa membedakan antara 'who I am' dan 'What I am', begitu pula dengan I will be what I will be. Intinya, Tuhan meyakinkan Musa bahwa dibalik segala keraguannya, Musa seharusnya sadar bahwa yang menugaskannya bukanlah orang melainkan Tuhan, Raja di atas segala raja, Pencipta dan Pemilik segalanya. Tuhan berkata, "hei Musa, Akulah yang menugaskanmu. Aku adalah Aku dan siapa Aku, dan Aku akan selalu menjadi Aku."
Jika kalimat ini terasa membingungkan, Musa pun merasakan hal yang sama. Tampaknya Musa belum mengerti karena pengertiannya masih tertutupi oleh keraguan yang ada dalam dirinya sehingga ia kembali mengungkapkan ketidakyakinannya. "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:11). Apakah Musa gagap atau punya kesulitan dalam mengungkapkan isi hati lewat kata-kata? Entahlah. Tapi yang pasti Musa berpusat pada kelemahannya. Tapi Tuhan menjawab: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (ay 11-12). Benar, Musa bukanlah orator atau politisi yang pintar bersilat lidah. Musa bukan berprofesi sebagai pengkotbah, ia pun bukan penyair atau pengarang lagu yang handal merangkai kata. Apa yang dilupakan Musa justru hal yang sangat penting, yaitu bahwa bukan kemampuan kita yang menentukan berhasil tidaknya kita, tetapi kuasa Tuhanlah yang memampukan.
Ada beberapa tokoh besar lainnya dalam Alkitab yang pernah mengalami
keraguan yang sama. Mereka memfokuskan pandangan kepada kelemahan
sehingga lupa melihat kepada siapa yang menugaskannya. Tetapi adalah
sangat menarik jika kita melihat bagaimana reaksi Paulus, mantan orang
jahat dan kejam yang kemudian berbalik menjadi pengikut Yesus yang
sangat berpengaruh dalam pengajaran kekristenan bahkan sampai hari ini.
Setelah Paulus aktif melayani, ia pun pada suatu kali pernah merasa
terganggu atas kelemahannya dan meminta kepada Tuhan. Tetapi apa kata
Tuhan? "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."
(2 Korintus 2:9) Jawaban Tuhan ini membuka mata Paulus bahwa bukan
kemampuannya yang penting tetapi Tuhan-lah yang memampukan. Ia pun
sampai pada satu kesimpulan, bahwa dalam kelemahannya-lah dia menjadi
kuat. (2 Korintus 12:10).
Kelemahan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, ketidakmampuan kita, bahkan ketidaklengkapan kita sekalipun bisa dipergunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Tuhan mampu memenuhi kita dengan kekuatan sehingga segala keterbasan kita bisa tetap bersinar luar biasa sehingga dapat dipakai untuk hal yang baik. Yang pasti, jika itu rencana atau panggilan Tuhan, maka Dia sendiri telah menyediakan segala yang kita butuhkan dan akan tetap mendampingi kita dalam menunaikan tugas. Dalam pandangan kita atau manusia mungkin itu terlihat tidak cukup, logika kita mungkin berkata bahwa apa yang kita miliki tidaklah ada apa-apanya, tetapi jika Tuhan yang menghendaki, maka apapun bisa terjadi. Anda tidak harus menjadi super sarjana untuk berhasil dalam hidup, tidak harus jadi super pendeta untuk mampu melayani. Anda tidak harus menjadi Superman yang bisa terbang untuk memberkati orang lain. Kita semua bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya. Berbagai latar belakang kita, selemah apapun, bisa diubah menjadi sumber berkat luar biasa. Dibalik segala kelemahan kita, kuasa Tuhan justru menjadi sempurna.
Firman Tuhan secara spesifik berbicara mengenai hal ini dengan panjang lebar. "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti." (1 Korintus 1:25-28). Dalam segala keterbatasan kita, datanglah pada Tuhan dan berpeganglah padaNya. Kita akan terus bertumbuh dalam kekuatan, semangat, dan sukacita jika kita terus membangun hubungan dengan Tuhan. Semua tergantung seberapa besar kita mau taat, seberapa besar kita mau mematuhi dan menuruti kehendakNya bagi hidup kita, seberapa besar iman yang bisa memampukan kita memandang kepada Tuhan ketimbang memfokuskan pandangan hanya pada kelemahan atau kekurangan kita. Ingatlah, "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Kita harus menyadari betul bahwa "Akulah Aku dan Siapa Aku", itu jauh lebih penting dari siapa kita sendiri.
Kuasa Tuhan justru menjadi sempurna dalam kelemahan kita
Kelemahan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, ketidakmampuan kita, bahkan ketidaklengkapan kita sekalipun bisa dipergunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Tuhan mampu memenuhi kita dengan kekuatan sehingga segala keterbasan kita bisa tetap bersinar luar biasa sehingga dapat dipakai untuk hal yang baik. Yang pasti, jika itu rencana atau panggilan Tuhan, maka Dia sendiri telah menyediakan segala yang kita butuhkan dan akan tetap mendampingi kita dalam menunaikan tugas. Dalam pandangan kita atau manusia mungkin itu terlihat tidak cukup, logika kita mungkin berkata bahwa apa yang kita miliki tidaklah ada apa-apanya, tetapi jika Tuhan yang menghendaki, maka apapun bisa terjadi. Anda tidak harus menjadi super sarjana untuk berhasil dalam hidup, tidak harus jadi super pendeta untuk mampu melayani. Anda tidak harus menjadi Superman yang bisa terbang untuk memberkati orang lain. Kita semua bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya. Berbagai latar belakang kita, selemah apapun, bisa diubah menjadi sumber berkat luar biasa. Dibalik segala kelemahan kita, kuasa Tuhan justru menjadi sempurna.
Firman Tuhan secara spesifik berbicara mengenai hal ini dengan panjang lebar. "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti." (1 Korintus 1:25-28). Dalam segala keterbatasan kita, datanglah pada Tuhan dan berpeganglah padaNya. Kita akan terus bertumbuh dalam kekuatan, semangat, dan sukacita jika kita terus membangun hubungan dengan Tuhan. Semua tergantung seberapa besar kita mau taat, seberapa besar kita mau mematuhi dan menuruti kehendakNya bagi hidup kita, seberapa besar iman yang bisa memampukan kita memandang kepada Tuhan ketimbang memfokuskan pandangan hanya pada kelemahan atau kekurangan kita. Ingatlah, "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Kita harus menyadari betul bahwa "Akulah Aku dan Siapa Aku", itu jauh lebih penting dari siapa kita sendiri.
Kuasa Tuhan justru menjadi sempurna dalam kelemahan kita
Sumber : http://www.renunganharianonline.com