Di dlm Firman-Nya ada kepastian. Roh Kudus akan memimpin kita berjln di atas ketidakpastian. Ia hanya butuh kita percaya & taat Kisah 10:19-20

Senin, 22 April 2013

KEBUTAAN ROHANI PARA MURID DAN ORANG FARISI

Ayat bacaan: Yohanes 9:2
=====================
"Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"

Alangkah ironisnya ketika kita mudah menjatuhkan komentar-komentar miring karena merasa diri sudah hidup baik. Melihat orang yang hidupnya susah atau memiliki cacat tubuh, selintas pikiran bahwa itu akibat dosanya atau dosa orang tuanya, akibat kutuk dan sebagainya bisa muncul dengan mudah kalau hati tidak dijaga kondisinya dengan baik. Tanpa melihat lebih jauh mengenai kebenarannya dulu kita sudah buru-buru menghakimi orang lain. Hal seperti ini bukan saja terjadi di antara orang-orang dunia, tetapi juga di antara orang percaya. "Kasihan, dia hidupnya susah..pasti dia atau orang tuanya punya dosa yang belum dibereskan..." begitulah kata seorang teman pada suatu kali dengan ringannya yang membuat saya kaget. Mungkin ia tidak sadar, tapi ucapan itu sama sekali tidak pantas untuk diucapkan, apalagi ketika ia tidak mengenal betul siapa orang yang ia bicarakan. Dalam kesempatan lain ada seorang teman yang mampir ke sebuah persekutuan sahabatnya, dan ia bercerita bagaimana dalam doa sekalipun mereka bisa-bisanya menghakimi orang lain tanpa rasa bersalah. "Tuhan, ampuni si A, karena dosa-dosanya banyak sehingga ia menjadi seperti itu.. bebaskan si B karena pasti ia kena kutuk turunan.." dan lain-lain. Seperti itulah bentuk doa mereka yang membuat teman saya bingung karena ia merasa aneh mendengar doa menghakimi seperti itu. Mendoakan orang lain itu tentu baik, tapi haruskah disertai dengan perkataan-perkataan menuduh seperti itu? Di dunia saja itu tidak pantas dilakukan apalagi ketika disampaikan dalam doa yang notabene kepada Tuhan. Bayangkan jika di gereja ada pola seperti ini, tidakkah itu ironis? Jika dibiarkan, gereja bukan lagi menjadi tempat dimana orang bisa merasakan hadirat Tuhan dan bertumbuh bersama-sama saudara/saudari seiman, tapi akan menjadi sekumpulan orang eksklusif yang merasa diri paling benar dan merasa punya hak untuk menghakimi orang lain seenak hati mereka.
Seperti yang sudah saya singgung dalam renungan kemarin, sikap seperti ini nyatanya pernah terjadi di antara murid-murid Yesus sendiri. Pada suatu hari ketika Yesus sedang berjalan bersama murid-muridNya ada seorang pengemis yang buta sejak lahir melewati mereka. Melihat orang buta itu, murid-murid Yesus spontan bertanya kepadaNya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (Yohanes 9:2). Bayangkan seandainya kita yang ada di posisi orang buta tadi, pasti hati kita perih mendengarnya. Sudah menderita karena tidak bisa melihat dan karena keterbatasannya ia terpaksa mengemis, masih juga tega-teganya dikomentari seperti itu. Lihatlah sikap para murid itu. Bukannya di bantu, diberi sedekah, disapa dengan ramah, tapi malah dikomentari. Tentu hal itu akan semakin menambah penderitaannya. Betapa menyedihkan melihat komentar seperti ini justru datang dari murid-murid Yesus sendiri. Sepertinya murid-murid itu lupa bahwa meski mereka murid Yesus, mereka pun sama-sama manusia yang tidak sempurna yang belum tentu lebih baik dari si pengemis buta. Mengeluarkan komentar seperti ini menunjukkan bahwa mereka pun buta, buta secara rohani. Mereka tampaknya lupa diri, menjadi pongah dengan status mereka sebagai murid Yesus sehingga merasa berhak mengeluarkan kata-kata seperti itu. Kita sebagai murid-murid Kristus di hari ini pun masih sering terpeleset dalam kesalahan yang sama. Ketika kita merasa diri sudah baik, sudah hidup benar, sudah rajin berdoa, sudah hidup kudus, bukannya mengasihi orang lain tetapi malah tega menghakimi dan mengomentari orang lain, menuduh yang bukan-bukan.

Bagaimana reaksi Yesus akan sikap buruk murid-muridNya ini? Menanggapi komentar murid-muridNya, Yesus memilih untuk melakukan sesuatu secara nyata. Kemudian Yesus pun menyembuhkan pengemis buta tadi sehingga dia bisa melihat, sebuah mukjizat luar biasa yang belum pernah ia alami sejak lahir. Lalu Yesus pun memberi jawaban: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." (ay 3). Yesus mengatakan bahwa pekerjaan Allah harus dinyatakan dalam dia. Bukankah itu sesuatu yang luar biasa bagi seorang pengemis buta yang mungkin tidak ada yang peduli? Sebelum bertemu Yesus, hidup baginya hanyalah kegelapan, dia tidak berguna dan dijauhi orang. Tiba-tiba dia mendapat perhatian, disembuhkan sehingga kini bisa melihat terang, bahkan dilibatkan dalam pekerjaan Allah! Ini sesuatu yang sungguh luar biasa. Perjumpaannya dengan Yesus merubah hidupnya. Ia dipulihkan dan menjadi kesaksian bagi banyak orang.
 
Selanjutnya mari kita lihat bagaimana reaksi orang-orang Farisi yang merasa paling paham soal agama tepat setelah orang buta itu disembuhkan. Kalau para murid sudah salah dengan mengeluarkan pertanyaan menyudutkan seperti itu, sebagian dari orang Farisi yang superior dan merasa diri paling suci langsung serta merta menuduh. "Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: "Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat." Sebagian pula berkata: "Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?" Maka timbullah pertentangan di antara mereka." (ay 16). Merasa diri paling benar sehingga punya hak untuk menghakimi, itulah sikap orang Farisi yang sudah tidak asing lagi, yang sayangnya masih banyak diadopsi orang percaya hingga hari ini. Yesus pun kemudian mengatakan kepada mereka "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." (ay 39). Orang Farisi lalu mengeluarkan sindiran. "Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?" (ay 40). Perhatikan bahwa mereka sama sekali tidak merasa bersalah. "Jadi katamu kami pun orang buta?? Kami ini orang-orang paling benar di dunia, tahu??" Itu kira-kira yang ada di pikiran mereka. Kembali Yesus menegaskan kalimatnya. "Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu." (ay 41).

Apa yang dimaksud Yesus dengan kalimat diatas? Yesus mengingatkan mereka, termasuk kita, bahwa tidak baik atau bahkan merupakan dosa ketika kita menganggap diri paling benar lalu menghakimi orang lain. Kedatangan Yesus ke dunia untuk membebaskan orang dari dosa dan memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang Kerajaan Allah. Yesus menjungkir balikkan pandangan-pandangan keliru. Yesus meluruskan persepsi-persepsi yang salah yang ada di dunia selama ini. Jika kita selama ini merasa paling tahu apa yang benar, maka Yesus membawa kebenaran yang sesungguhnya yang berasal dari Bapa Surgawi. Jika kita menolak kebenaran dan menganggap kita lebih tahu, maka sesungguhnya kitalah yang buta. Kedatangan Kristus pun menjadi sia-sia bagi kita yang keras hati seperti ini, sehingga kita luput dari anugerah keselamatan yang telah diberikan lewat Kristus kepada kita.

Adalah menarik untuk melihat Yohanes 9 ini, dimana kita bisa melihat dua jenis reaksi dari tipe orang yang menganggap dirinya sudah benar. Bukankah masih banyak orang percaya yang masih melakukan kesalahan yang sama seperti ini? Apakah kita termasuk satu diantara mereka yang bersikap seperti ini? Apakah kita masih termasuk yang buta? Apakah ketika melihat orang-orang yang susah kita tergerak untuk membantu dan memberkati atau tergerak mengomentari, menuduh, menghakimi, menghina atau bahkan mengejek? Ini pertanyaan penting yang harus kita renungkan. Yesus berpesan bahwa kita harus melakukan pekerjaan Tuhan selama masih ada waktu dan kesempatan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (ay 4). Jangan cuma bicara, apalagi membicarakan dosa orang lain, gosip, mengatai orang dan hal-hal buruk lainnya. Berhentilah melakukan itu. Mulailah mengambil tindakan nyata, selagi "hari masih siang". Mengatai, menggosipkan atau membicarakan orang lain adalah sia-sia dan sama dengan memberi tuduhan palsu. Hal tersebut tajam adanya dan bisa sangat melukai bahkan dalam banyak kesempatan sama kejamnya dengan membunuh. "Orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya adalah seperti gada, atau pedang, atau panah yang tajam." (Amsal 25:18). Bentuk-bentuk perkataan yang tidak pada tempatnya itu pun sama halnya seperti menghakimi orang lain. Apa kata Yesus mengenai hal menghakimi? "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Daripada melakukan hal yang mendatangkan masalah bagi kita dan menyakiti orang lain, lebih baik kita mengambil tindakan nyata dengan mengasihi dan memberkati orang lebih banyak lagi. Masih begitu banyak pekerjaan yang bisa kita lakukan di ladang Tuhan, dan lakukanlah itu secara nyata selagi hari masih siang.

Hindari menghakimi orang lain dan merasa diri paling benar, teruslah mengasihi dan memberkati
 
 
 
 
Sumber : http://renungan-harian-online.blogspot.com 




« »
« »
« »
Get this widget