Ayat bacaan: Yesaya 6:8
================
"Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"
Saya
ingin melanjutkan mengenai pelayanan yang sudah kita bahas kemarin.
Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit."
(Matius 9:37a). Kalau jumlah pengikutNya ada banyak, mengapa dikatakan
bahwa pekerja itu sedikit? Karena tidak semua orang percaya bersedia
untuk terjun langsung sebagai murid-muridNya yang berperan nyata di
tengah masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selalu saja ada alasan yang
bisa dikemukakan untuk itu. Malas, merasa kebebasan dan waktu-waktu
bersantai dirampas, atau dengarlah kata seorang teman saya, "saya tidak
bisa kotbah." Menjadi pelayan Tuhan tidak harus selalu berarti kita
harus naik ke mimbar dan berkotbah selama sekitar satu jam. Di gereja
saya berbagai bentuk fellowship pun tidak harus duduk di satu rumah,
membentuk lingkaran dan sebagainya. Ada banyak komunitas yang dibentuk
berdasarkan hobi seperti olahraga futsal, badminton, sepeda, atau
sekumpulan ibu muda yang saling bertukar ilmu memasak. Disana mereka
bisa bertumbuh menjadi sebuah keluarga yang akrab dan sambil menjalani
hobi mereka pun saling mengingatkan dan berbagi Firman Tuhan. Mereka
bisa tampil menjadi pelayan-pelayan Tuhan tanpa kehilangan 'fun factor'
mereka. Seringkali yang menjadi masalah bukan soal mampu atau tidak,
tetapi justru apakah kita mau atau tidak.
"Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"
Saya
ingin melanjutkan mengenai pelayanan yang sudah kita bahas kemarin.
Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit."
(Matius 9:37a). Kalau jumlah pengikutNya ada banyak, mengapa dikatakan
bahwa pekerja itu sedikit? Karena tidak semua orang percaya bersedia
untuk terjun langsung sebagai murid-muridNya yang berperan nyata di
tengah masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selalu saja ada alasan yang
bisa dikemukakan untuk itu. Malas, merasa kebebasan dan waktu-waktu
bersantai dirampas, atau dengarlah kata seorang teman saya, "saya tidak
bisa kotbah." Menjadi pelayan Tuhan tidak harus selalu berarti kita
harus naik ke mimbar dan berkotbah selama sekitar satu jam. Di gereja
saya berbagai bentuk fellowship pun tidak harus duduk di satu rumah,
membentuk lingkaran dan sebagainya. Ada banyak komunitas yang dibentuk
berdasarkan hobi seperti olahraga futsal, badminton, sepeda, atau
sekumpulan ibu muda yang saling bertukar ilmu memasak. Disana mereka
bisa bertumbuh menjadi sebuah keluarga yang akrab dan sambil menjalani
hobi mereka pun saling mengingatkan dan berbagi Firman Tuhan. Mereka
bisa tampil menjadi pelayan-pelayan Tuhan tanpa kehilangan 'fun factor'
mereka. Seringkali yang menjadi masalah bukan soal mampu atau tidak,
tetapi justru apakah kita mau atau tidak.
























Kita
bisa mengatakan siapa diri kita menurut kita sendiri, tapi siapa diri
kita yang sesungguhnya akan terlihat dari cara kita hidup di dunia ini.
Apakah kita hidup dengan dalam kegembiraan, penuh sukacita, tidak pernah
pesimis, tidak penuh keluhan dan senantiasa memberkati orang, atau
sebaliknya kita hidup dipenuhi kecemasan atau ketakutan, fokus kepada
beban hidup, gampang emosi dan tersinggung, atau juga terus mengejar
kekayaan dan menghalalkan segala cara untuk itu, semua itu akan
menunjukkan siapa diri kita dan kepada siapa kita menghamba. Gambaran
itulah yang akan dilihat dan diingat oleh orang lain. 