========================
"Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri."
"Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri."
Salah seorang teman saya menghabiskan masa pacaran selama 10 tahunan dan
akhirnya lewat perjuangan berat mereka berhasil masuk ke jenjang
pernikahan. Ketika sepertinya kisah mereka berakhir happy ending atau
bahagia, perselisihan demi perselisihan ternyata muncul sejak awal
pernikahan mereka. Tidak sampai setahun mereka pun mengambil keputusan
bercerai, dan sampai hari ini setelah hampir setahun proses itu tidak
juga kunjung selesai.
Tidakkah ironis rasanya jika melihat banyak pasangan yang menghabiskan masa pacarannya jauh lebih lama dibandingkan masa pernikahannya? Ini bukan lagi hal baru untuk kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak lagi terasa aneh. Ada begitu banyak pasangan yang tidak memiliki dasar kokoh dalam membina bahtera rumah tangganya. Mereka tidak tahu harus berbuat apa dan cenderung untuk meneruskan kebiasaan hidup sehari-hari ketika masih single ketika sudah memasuki hubungan yang tidak lagi sendirian. Bisa dibayangkan, akibatnya bisa runyam bahkan fatal. Tidak heran kalau hari-hari ini kita begitu sering mendengar pernikahan yang berakhir dengan perceraian.
Tidakkah ironis rasanya jika melihat banyak pasangan yang menghabiskan masa pacarannya jauh lebih lama dibandingkan masa pernikahannya? Ini bukan lagi hal baru untuk kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak lagi terasa aneh. Ada begitu banyak pasangan yang tidak memiliki dasar kokoh dalam membina bahtera rumah tangganya. Mereka tidak tahu harus berbuat apa dan cenderung untuk meneruskan kebiasaan hidup sehari-hari ketika masih single ketika sudah memasuki hubungan yang tidak lagi sendirian. Bisa dibayangkan, akibatnya bisa runyam bahkan fatal. Tidak heran kalau hari-hari ini kita begitu sering mendengar pernikahan yang berakhir dengan perceraian.





Ada
banyak orang yang bermasalah dengan penguasaan diri. Belum apa-apa
mereka sudah menunjukkan keengganan untuk setia dan taat kepada instansi
dimana mereka bekerja atau kepada pimpinan. Mereka melanggar peraturan
seenaknya, dan malah tersinggung atau marah ketika mendapat teguran.
Harga diri disetel terlalu tinggi tapi disisi lain mereka berbuat sesuka
hati. Kita sering bertemu dengan orang-orang yang bersikap seperti ini,
mudah-mudahan kita tidak termasuk di dalamnya. Masalah penundukan diri,
sikap kerendahan hati itu menjadi isu yang penting untuk kita
perhatikan. Dan hari ini kita bisa belajar langsung dari keteladanan
Yesus sendiri ketika masih kecil.
Dalam
persepsi dunia, kekayaan harta dipercaya mampu menjamin kebahagiaan dan
kemakmuran. Gaya hidup hedonisme yang banyak dianut oleh orang-orang
berada di kota besar berpusat pada pandangan untuk mengejar kesenangan
atau kenikmatan sebanyak mungkin lewat segala hal yang ditawarkan dunia.
Untuk itu jelas uang merupakan sumber yang sangat krusial, karena
kesenangan atau kebahagiaan dunia itu tidak akan pernah bisa diakses
tanpa modal harta. Jadi kalau tidak ada uang, kesenangan atau
kebahagiaan pun mereka percaya tidak akan bisa mereka peroleh. Tidak
heran jika ada banyak orang yang tidak ada habisnya mati-matian menumpuk
harta dengan berbagai cara, baik lewat bekerja nonstop dan
menomorduakan keluarga dan melakukan berbagai bentuk kecurangan seperti
korupsi, penipuan dan lain sebagainya.
"Kalau
orang bersikap keras, kita harus lebih keras lagi." Itu kata seorang
teman yang merasa bahwa itu adalah sifat bawaan lahir yang tidak bisa
diubah lagi. Ia mengakui bahwa hidupnya tergantung mood, dan ia akan
mudah terpancing apabila ada orang yang memprovokasi dirinya. Meski
mungkin hanya sedikit saja, ia bisa meledak tak terkendali. Disisi lain
ada pula orang-orang yang memerintah bawahannya dengan dingin dan kasar.
Itu bagi mereka dianggap sebagai etalase wibawa yang memamerkan posisi
mereka kepada bawahan. Bahkan ada banyak orang tua yang menganggap bahwa
sikap kasar dan otoriter itu baik untuk diberikan kepada anak-anak
mereka. Bahkan sekedar meminta maaf kepada anak pun apabila bersalah
dianggap sebagai aib yang memalukan. 


Berapa uang yang kita keluarkan ketika kita hang out atau have fun
bersama kekasih, pasangan atau teman-teman? Untuk ukuran hari ini,
mungkin angka seratus ribu rupiah terbilang kecil untuk itu. Nonton,
lalu duduk di cafe atau restoran, kemudian belanja sedikit, lihat-lihat
butik dimana terkadang ada yang membeli sesuatu karena takut malu jika
tidak membeli apa-apa, itu bisa menghabiskan total uang yang jumlahnya
bisa cukup besar. Kita berpikir bahwa itu toh hasil jerih payah kita,
terserah kita dong bagaimana kita mau memakainya. Benar, itu adalah
hasil keringat kita. Tapi terpikirkah oleh kita bahwa ada campur tangan
Tuhan dalam keberhasilan itu? Jika ya, pernahkah kita berpikir apa
sebenarnya suara hati Tuhan atau keinginanNya terhadap kita untuk
mempergunakan berkatNya?
Bumi
gonjang-ganjing.. itu semakin lama semakin kerap kita jumpai bahkan
alami. Dunia makin tua dan semakin rentan terhadap goncangan. Musibah,
krisis dan berbagai kesulitan lainnya ternyata tidak membuat orang
berbalik dari jalan-jalan yang salah tetapi malah semakin jauh tersesat
dalam berbagai kegelapan. Banyak orang yang percaya bahwa akhir zaman
sudah sedemikian dekat, sehingga seharusnya kita sadar untuk tidak lagi
buang-buang waktu untuk mempersiapkan kelayakan diri kita dalam menerima
kekekalan yang indah daripadaNya. Seberapa jauh kita sadar akan hal
itu? Sesiap apa kita saat ini? 



Apa
yang membuat kita bisa bekerja dengan hasil maksimal, bisa memuliakan
Tuhan di dalamnya? Saya bertemu dengan begitu banyak orang yang
melakukan pekerjaan hanya karena mereka butuh mencukupi kebutuhan diri
dan keluarganya. Malah beberapa orang mengaku terpaksa demi menyambung
hidup. "Bagaimana lagi? Cari kerja itu susah.. kami sekeluarga perlu
makan, kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi, anak-anak harus dibiayai
bersekolah. Suka atau tidak, saya terpaksa harus bekerja disana." kata
seorang teman suatu hari. Jika keterpaksaan yang menjadi landasan dalam
bekerja, tentu sulit bagi kita untuk mengharapkan top performance
didalamnya. Bagaimana mau berbuat yang terbaik jika terpaksa? Bergaul di
dunia art dan design, saya pun bisa melihat langsung bagaimana hasil
yang dilakukan ketika dikerjakan sepenuh hati dan dinikmati dengan yang
dipaksakan atau dikejar waktu akan sangat berbeda. Begitu juga dengan di
dunia musik yang tidak asing pula bagi saya. Para artis yang melakukan
dengan kecintaan penuh dan karena hanya ingin memperoleh uang semata
akan membawa hasil yang terasa sangat berbeda. Hari-hari ini saya bahkan
semakin sering menjumpai orang yang sulit mensyukuri pekerjaannya.
Lantas apa yang harus dilakukan agar bisa membawa hasil yang terbaik?
Alkitab mengingatkan kita untuk mencintai pekerjaan, yang artinya bergembira dalam pekerjaannya, melakukan bagian masing-masing dengan hati yang gembira. 

