Ayat bacaan: Daniel 6:2-3=====================
"Lalu berkenanlah Darius mengangkat seratus dua puluh wakil-wakil raja atas kerajaannya; mereka akan ditempatkan di seluruh kerajaan; membawahi mereka diangkat pula tiga pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu; kepada merekalah para wakil-wakil raja harus memberi pertanggungan jawab, supaya raja jangan dirugikan."
Sebagai
orang percaya kita diminta untuk bangkit dan menjadi terang, sebab
terang Tuhan sudah terbit atas kita. Ini dikatakan dalam Yesaya 60:1.
Dimana kita bisa menjadi terang ketika terang kemuliaan Tuhan itu terbit
atas kita? Tentu saja kita bisa memulainya dari lingkungan sekitar
kita, dan itu termasuk pula dalam dunia pekerjaan dimana kita
ditempatkan. Kita harus paham bahwa ditempat kita bekerja, berusaha dan
menjalankan profesi kita, ada banyak jiwa yang membutuhkan terang Tuhan.
Ini yang sering kita lupakan. Kita berpikir bahwa menjadi terang itu
hanya bisa dilakukan lewat pelayanan-pelayanan di gereja atau
persekutuan, tetapi kita lupa bahwa di tempat kita bekerja (market place) pun kita harus pula bisa menjadi terang yang memberkati banyak orang.


Berjalan
dengan dan tanpa Firman Tuhan setiap hari sangatlah berbeda. Ini bisa
menjadi kesimpulan saya karena saya telah merasakan keduanya dalam
perjalanan hidup saya. Dahulu sebelum saya bertobat saya sama sekali
tidak mengetahui apa-apa mengenai kebenaran. Lantas setelah saya
bertobat, saya ternyata masih butuh waktu lagi untuk dibentuk hingga
akhirnya sampai kepada sebuah kesadaran penuh akan pentingnya hidup
bersama Firman Tuhan. Apa yang saya alami selama setidaknya empat atau
lima tahun terakhir bersama Firman Tuhan tidaklah sedikit. Ada begitu
banyak pengalaman dimana saya bisa melihat betapa besarnya kuasa Tuhan,
dan bagaimana Tuhan ternyata masih bekerja dalam begitu banyak hal
hingga hari ini. Berbagai mukjizat yang menunjukkan kebesaranNya pun
sudah tak terhitung saya alami. Masalah hidup memang tidak serta-merta
hilang seluruhnya. Ada saat-saat dimana saya masih berhadapan dengan
berbagai pergumulan. Tapi luar biasanya, saya tidak perlu khawatir
tentang apapun. Ketika saya menyerahkan hidup saya dan keluarga ke dalam
tanganNya, saya tahu bahwa saya tidak akan pernah menghadapi apa-apa
sendirian. Tuhan selalu ada berjalan bersama-sama. Luar biasanya lagi,
ada begitu banyak rahasia yang disingkapkanNya seiring perjalanan saya
menulis renungan buat anda setiap harinya. Ayat yang sama aplikasinya
bisa berbeda di waktu lain, dan hebatnya sangat-sangat membantu dalam
menghadapi masa-masa sulit. Ada begitu banyak rahasia-rahasia
KerajaanNya yang disingkapkan Tuhan lewat ayat demi ayat, yang akan
sayang sekali jika terlewatkan begitu saja. Itu akan kita lewatkan
apabila kita mengabaikan pentingnya untuk terus membaca, merenungkan dan
menghidupi FirmanNya setiap hari secara teratur.
Bagi
saya yang berkecimpung di dunia desain, fungsi mata sebagai alat visual
tentu sangatlah penting. Ada bidang keilmuan yang disebut desain
komunikasi visual, dimana orang-orang yang mempelajarinya mendalami
bagaimana seni menyampaikan sebuah informasi, promosi, pesan atau
lain-lain bukan lewat komunikasi verbal melainkan lewat sebuah bahasa
visual. Adalah mata yang melihat, kemudian mata akan mengirimkan apa
yang dilihat ke dalam hati untuk diolah menjadi sebuah bentuk rasa.
Apabila itu terasa rumit, mari kita ambil contoh yang lebih sederhana,
yaitu ketika anda tertarik kepada lawan jenis. Ada sebuah istilah 'love
at first sight' alias 'cinta pada pandangan pertama' yang menunjukkan
bagaimana ketertarikan terhadap seseorang bisa dimulai lewat pandangan
mata. Manis parasnya, jalannya yang gemulai, bahasa tubuhnya, senyum
atau caranya tertawa, semua itu sering menjadi titik awal bagi kita
untuk mulai memperhatikan dan berusaha mengenal mereka secara lebih
dalam. Mata secara bebas bergerak leluasa untuk menangkap gambar demi
gambar dari apa yang berada disekitar kita. Demikian pentingnya fungsi
sebuah mata bagi kita sehingga sulit rasanya membayangkan apa jadinya
jika kita tidak memiliki mata. 
Anda tentu tidak asing lagi dengan sebuah kartun Walt Disney yang berjudul "The Three Little Pigs".
Kartun pendek yang diproduksi tahun 1933 ini menceritakan kisah tentang
tiga babi kecil bersaudara yang harus membangun tempat perlindungan
paling aman dari ancaman seekor serigala jahat yang ingin memangsa
mereka. Ketiganya sama-sama membangun rumah dengan bahan baku dan cara
yang berbeda. Kedua babi yang paling kecil menganggap remeh sang
serigala dan malah bernyanyi lagu yang mungkin masih anda ingat berjudul
"Who's Afraid of the Big Bad Wolf?". Yang satu membangunnya dari
jerami. Cepat, ringkas dan murah. yang kedua memilih bahan dasar kayu,
yang lebih kokoh tapi memerlukan modal dan waktu yang lebih lama. Anak
babi tertua memilih untuk membangun dengan batu bata dan semen. Kedua
adiknya yang membangun dengan jerami dan kayu tentu pekerjaannya lebih
cepat selesai sehingga mereka sempat menertawakan saudara tertuanya yang
masih tekun menumpuk batu bata demi batu bata dan menyatukannya dengan
semen secara perlahan. Tapi si abang tertua tetap dengan tekun membangun
tanpa mempedulikan cemoohan adik-adiknya. Pada satu hari serigala jahat
pun datang. Rumah dari tumpukan jerami dengan mudah diluluh lantakkan
dengan sekali hembus, dan kaburlah si adik terkecil dengan ketakutan. Ia
lari berlindung di rumah kakaknya yang dibangun dari kayu. Ternyata
rumah kayu itu juga masih mudah dirobohkan oleh si serigala jahat.
Seketika mereka berdua berhamburan ketakutan, dan akhirnya bersembunyi
ke rumah abang tertuanya. Di sana mereka aman dari kejaran serigala
jahat karena sang serigala tidak mampu merubuhkan rumah yang kokoh
dibangun di atas dasar kuat.
Adakah
alasan yang cukup untuk membuat kita punya hak untuk bersikap sombong?
Mungkin kita akan tahu untuk menjawab tidak, tapi pada kenyataannya
banyak orang yang dengan mudahnya bisa menunjukkan sikap itu ketika
mereka merasa di atas angin. Ketika mereka hidup relatif lebih berlimpah
dibanding orang lain pada umumnya, ketika mereka mendapatkan
posisi-posisi atau jabatan yang tinggi, ketika berprestasi membanggakan,
terkenal dan sebagainya. Ada pula yang menunjukkan sikap seperti itu
hanya karena ingin dihormati orang lain atau malah untuk sekedar menjaga
image saja. Itu jelas bukan merupakan gambaran dari kehidupan ideal
orang percaya. Kalaupun kita termasuk beruntung memiliki sesuatu yang
lebih dari orang lain pada umumnya, perlukah kita menyombongkan diri
karenanya? Bukankah semua itu pun berasal dari Tuhan dan tidak pernah
boleh dipakai untuk menjadikan kita pribadi yang angkuh, sombong, atau
arogan?
Seberapa
besar kita berani menerima tanggung jawab? Ada banyak orang yang
menolak peluang besar karena takut terhadap faktor resiko yang berada
dibalik sebuah tanggung jawab yang besar. Di sisi lain ada pula orang
yang nekad mengambil tanggung jawab besar tanpa berpikir dan tanpa
persiapan. Ketika gagal mengemban tanggung jawab, mereka segera lari
dari tanggung jawab mereka dengan segera. Para pejabat korup di negara
kita tentu paling ahli akan hal ini. Mereka menerima tanggung jawab atau
amanat dari rakyat tapi bukannya mengembannya dengan baik malah
mempergunakannya sebagai kesempatan untuk meraup untung
sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara curang. Ketika ketahuan dan
diblow-up media, mereka pun sebisa mungkin berkelit. Jika sepertinya
kurang berhasil, maka jalan lari keluar negeri atau bersembunyi di
negara lain pun menjadi alternatif yang mereka ambil.
Ketika
anda menikmati sebuah sajian pertunjukan panggung musik, pernahkah anda
memikirkan peran orang-orang yang berada di belakang panggung?
Seringkali kita terfokus pada apa yang tampak di atas panggung dan lupa
terhadap mereka yang berperan baik dalam persiapan menjelang acara,
soundmen, lighting men dan lain-lain. Artis yang tampil di panggung
memang menjadi daya tarik tersendiri, tetapi mereka yang dibelakang
pangggung pun punya peran yang tidak kalah pentingnya. Tanpa mereka,
sehebat apapun artis yang tampil, hasilnya tidak akan bisa maksimal.
Bayangkan band tanpa sound memadai, tanpa sorot lampu dan tata panggung
yang baik, itu bisa membuat sebuah konser kehilangan daya tarik. Atau
bayangkan apabila tidak ada yang menyapu dan membersihkan area penonton
atau sekedar menggulung kabel-kabel yang berseliweran di belakang
panggung, itu tentu akan membuat kualitas konser menurun.
Ada sebuah tanaman unik yang tumbuh di hutan pedalaman Costa Rica yang diberi nama sea heart. Bentuknya
unik seperti bentuk hati dengan biji di dalamnya dan termasuk dalam
keluarga kacang-kacangan. Tanaman ini tumbuh di tempat tinggi dan
mengulir ke bawah mencapai jarak 3 sampai 6 kaki. Mengapa disebut sea
heart? Apa hubungannya dengan laut? Tampaknya nama sea heart itu diambil
dari banyaknya tanaman ini yang mengambang di lautan luas sebelum
mencapai sebuah tempat baru dan tumbuh subur disana. Seperti inilah
kira-kira prosesnya. Curah hujan yang tinggi di hutan tropis membuat sea
heart ini jatuh ke laut dan terbawa arus untuk waktu yang cukup lama.
Sea heart terus mengambang dibawa arus selama berbulan-bulan, bahkan
tidak jarang bertahun-tahun, mengikuti ombak naik dan turun, lautan yang
tenang dan berombak bahkan badai sekalipun hingga akhirnya pada suatu
ketika mendarat di pantai yang jauh jaraknya dari tempat asalnya. Di
sebuah tempat baru ini biji sea heart itu akhirnya akan tumbuh menjadi
sebuah tanaman baru yang subur.
Pada
suatu kali ada seorang kakek peminta-minta yang bungkuk punggungnya
berdiri di depan sebuah warung dimana saya tengah makan. Ada sekumpulan
anak muda yang duduk tidak jauh dari saya, dan salah satunya berkata
sambil tertawa kecil, "sudah minta-minta, bungkuk pula.. apa ya salah
ibunya dulu.." Saya merasa kaget mendengar celetukannya, yang meski
tidak dikatakan dengan suara keras tapi tetap bisa saya dengar dengan
jelas. Mungkin ia hanya terbawa suasana ramai makan malam bersama
teman-teman, namun perkataannya sangat tajam dan akan sangat melukai si
kakek pengemis apabila mendengarnya. Kenapa ibunya yang dikata-katai,
padahal kenal saja tidak. Merefleksikan hal tersebut pada kehidupan kita
sehari-hari, kita pun sering secara tidak sadar mengeluarkan
ucapan-ucapan yang secara tidak langsung menyakiti orang lain,
menyudutkan dan menjatuhkan. Komentar-komentar yang selintas, sambil
lalu, tanpa kita tahu kebenarannya. 
Kesempurnaan,
itu ditawarkan berbagai iklan dan akan selalu diinginkan setiap
manusia. Apa yang kita anggap sebagai bentuk kesempurnaan dalam hidup?
Banyak dari kita yang, entah karena terpengaruh iklan atau pandangan
dunia sejak kecil, memandang kesempurnaan itu adalah kondisi atau saat
dimana kita hidup tanpa masalah, berlimpah harta, punya segalanya, tidak
sedang sakit dan sebagainya. Sempurna adalah ketika kita punya pasangan
paling ganteng atau cantik, punya anak sepasang, mencapai
prestasi/kedudukan tertinggi dalam pekerjaan, punya usaha super laris
dan seterusnya. Semua ini dipandang dunia sebagai ukuran kesuksesan.
Tapi apakah itu semua yang menjadi ukurannya? Tuhan Yesus tidak
mengatakan itu semua sebagai ukuran kesuksesan.
Banyak
yang kesal bahkan muak melihat bagaimana para politikus di negara ini
mempertontonkan tingkah politisnya secara norak. Mengatasnamakan rakyat;
entah rakyat yang mana; mereka secara bebas menghakimi lawan politiknya
yang seringkali sudah tidak lagi memakai tata krama dan etika sopan
santun secara terbuka. Memang benar siapapun harus terbuka pada kritik,
tetapi cara menyampaikannya pun harus pula diperhatikan. Yang sering
terjadi adalah mereka secara bebas menghakimi hanya karena berada di
luar. Jika mereka direkrut untuk bergabung dengan pemegang kekuasaan
mayoritas, merekapun mendadak diam. Belum tentu mereka bisa lebih baik
dari yang dikritiknya, tapi mereka tanpa rasa bersalah menunjukkan
seolah merekalah yang paling hebat, paling benar dan lain-lain sehingga
merasa berhak pula untuk menghakimi. Ini adalah tontonan sehari-hari
kita di berbagai media. Saya selalu berpikir, alangkah baiknya apabila
mereka berhenti berpikir sempit hanya untuk kepentingan pribadi atau
golongan lantas duduk bersama memikirkan kepentingan rakyat. Itu
hanyalah utopia, kata banyak orang yang sudah terlanjur pesimis melihat
polah atau tingkah orang-orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai
wakil rakyat, dan rakyat hanya bisa terus menanti dan berharap, semoga
pada suatu hari ada pemimpin yang bisa benar-benar tampil memperjuangkan
kepentingan mereka secara serius. Sebenarnya tidak adil juga jika kita
hanya menyalahkan mereka yang duduk di kursi tinggi ini, karena faktanya
manusia memang cenderung lebih mudah menuduh atau menghakimi orang lain
ketimbang melakukan introspeksi terhadap diri sendiri. 
