Ayat bacaan: 2 Timotius 2:20=====================
"Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia."
Cobalah
bandingkan bedanya harga peralatan dapur yang terbuat dari kayu dengan
yang dari logam. Semakin tinggi kelas logamnya, maka jelas harganya pun
semakin meningkat pula berkali-kali lipat. Apalagi jika terbuat dari
perak atau bahkan emas, maka harganya selangit. Bukan hanya dari segi
kemewahan saja, tetapi mutunya tentu sebanding pula dengan harga. Harga
yang terbuat dari kayu memang murah, tetapi daya tahannya tentu tidak
sekuat yang terbuat dari logam. Bukan hanya peralatan dapur, tetapi
berbagai perabotan, perkakas atau benda-benda lainnya hal yang sama juga
berlaku. Yang jelas kita tentu bisa memanfaatkan peralatan dengan mutu
baik secara lebih jauh dan lebih lama dibandingkan sesuatu yang memakai
bahan seadanya dan tidak tahan lama.

Jika
anda menggunakan Blackberry, anda tentu tahu betapa besarnya kebutuhan
smart phone ini akan sumber daya. Baterainya relatif tidak sanggup
bertahan lama terutama jika anda sangat aktif berhubungan lewat aplikasi
instant messaging atau punya beberapa group di dalamnya yang aktif.
Betapa seringnya saya melihat orang sibuk mencari colokan listrik agar
Blackberry nya bisa bertahan hidup baik di restoran, cafe dan
sebagainya. Demikian pula dengan gadget atau peralatan-peralatan yang
menggunakan listrik lainnya. Kita selalu membutuhkan sumber daya agar
semua itu bisa beroperasi. Jika listrik padam, maka kita akan bingung
tidak tahu harus melakukan apa, karena kita hidup di jaman yang serba
elektronik. 




Seorang
motivator terkenal di Indonesia pernah mengajak penontonnya untuk
mengasihani orang-orang yang bimbang. Mengapa? Jawabannya sederhana,
karena orang yang bimbang ini sebenarnya sedang tersiksa baik ketika
dihadapkan pada dua atau lebih pilihan. Kebimbangan akan membuat orang
tidak mengambil keputusan, dan akibatnya mereka bisa menyia-nyiakan
kesempatan emas untuk sukses, atau dalam beberapa hal bahkan bisa
membahayakan. Lihatlah seorang aktor laga yang pernah hampir kehilangan
nyawanya ketika shooting. Ia harus menjalani adegan melompat dari satu
gedung ke gedung di depannya dalam jarak yang sebenarnya tidak terlalu
jauh. Untuk orang sekaliber dia, seharusnya itu bukan masalah. Tetapi
tepat ketika ia melompat, kebimbangan tiba-tiba muncul di kepalanya dan
akibatnya ia pun terjatuh dari ketinggian. Untung nyawanya masih bisa
diselamatkan meski ia mengalami cedera yang mengharuskannya dirawat
secara intensif selama sekian bulan. Untuk contoh yang lebih ringan,
seorang teman yang bimbang dalam menentukan pilihan apakah harus
menerima atau menolak sebuah peluang kerja hanya karena ia ragu akan
kemampuannya sendiri membuat kesempatan emas itu terbuang sia-sia.
Disaat ia bimbang, orang lain dengan sigap mengambil posisi itu dan
dalam waktu singkat menjadi sukses. Sedang teman saya gigit jari,
menyesal karena membuang kesempatan baik yang ia lewatkan hanya karena
bimbang. Ada kalanya kebimbangan bisa membuat kita berpikir jauh sebelum
mengambil keputusan, tetapi kemudian ketika kita membiarkan kebimbangan
berlarut-larut, hanya kegagalan dan kerugianlah yang kita peroleh. Kita
tidak akan bisa maju, karena kebimbangan hanya akan membawa kita
berjalan berputar-putar di tempat tanpa bisa melangkah ke depan. 





Sebuah
fakta ilmiah menarik menyebutkan bahwa perubahan iklim ternyata juga
mempengaruhi ukuran tubuh domba menjadi semakin kecil. Fakta ini
ditemukan oleh sekumpulan ilmuwan di Skotlandia yang meneliti populasi
domba di sana. Mereka memulai penelitian sejak kira-kira seperempat abad
yang lalu, dan dari pengamatan dalam waktu yang panjang itu mereka
mendapati bahwa ukuran domba ternyata mengerut lima persen. Kaki-kakinya
semakin pendek dan berat badannya terus menurun. Akhirnya mereka pun
sampai pada kesimpulan, bahwa apabila pengerutan ini terus terjadi, maka
diperkirakan seratus tahun lagi ukuran domba tinggal sebesar anjing
chihuahua.
Apa yang membuat keledai dianggap sebagai jenis hewan yang bodoh
sampai-sampai ada pepatah yang mengatakan "keledai saja tidak terjerumus
ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya" ? Saya tidak tahu persis
mengapa dan dari mana. Apakah karena posturnya yang mirip kuda tetapi
lebih kecil, apakah karena keledai kelihatan tidak segagah kuda yang
kekar, atau jangan-jangan karena bentuk kupingnya yang lebih besar dari
kuda. Entahlah. Tapi yang pasti banyak orang mengarah kepada keledai
ketika ingin mengilustrasikan tentang kebodohan. "Dasar keledai..."
misalnya, itu dipakai untuk mengacu kepada orang yang melakukan sesuatu
kebodohan. Tapi apa yang menarik adalah bahwa keledai ternyata berulang
kali dipergunakan dalam pandangan yang berbeda baik dalam Perjanjian
Lama maupun Perjanjian Baru, bahkan oleh Yesus sendiri.
Adakah
batas usia untuk kita mau mulai hidup benar? Mungkin mudah bagi kita
untuk berkata tidak, tapi pada kenyataannya justru lebih banyak orang
yang berpikir bahwa usia belia adalah waktu dimana kita bisa sepuasnya
bersenang-senang. Nanti kalau sudah dewasa atau bahkan tua, disanalah
kita baru berpikir untuk hidup benar. Oleh karena itu saya selalu kagum
melihat anak-anak muda yang masih bersekolah tapi sudah aktif dalam
pelayanan dan memiliki ikatan yang sangat kuat diantara mereka. Mereka
saling menasihati, menghibur, menolong dan menguatkan jika ada diantara
mereka yang tengah berbeban. Apakah itu membuat mereka tampil bagai
orang-orang yang terlihat 'holy', super serius dan jauh lebih
dewasa dari usianya? Sama sekali tidak. Mereka tetap tampil ceria, penuh
canda seperti anak-anak seusia mereka. But when it comes to the way the
live, mereka sangat berhati-hati. "Di usia seperti kami ini ada begitu
banyak godaan.. kalau tidak hati-hati bisa repot urusannya." kata salah
satu dari mereka pada suatu kali kepada saya sambil tersenyum. Itulah
gambaran sekelompok anak muda yang ternyata mampu menunjukkan
keteladanan dalam sikap dan perbuatan mereka di usia yang masih belia.
Artinya, urusan hidup benar bukan melulu urusan orang tua saja tetapi
merupakan keharusan bagi setiap orang dalam usia berapapun.
Selagi
duduk di rumah dan memutar radio online pagi ini, tiba-tiba saya
mendengar lagu lawas dari tahun 80an milik Den Harrow yang berjudul "Catch The Fox".
Saya pun jadi terpikir tentang hewan bernama rubah ini. Seekor rubah
ukurannya tidaklah sebesar hewan buas, seperti singa misalnya. Tetapi
meski kecil, rubah ini cerdik dan cekatan. Rubah sanggup hidup
dimana-mana dan bisa merusak apa saja yang ia lewati. Seringkali rubah
memangsa bukan karena lapar, tetapi hanya karena ingin mempermainkan
mangsanya sampai mati. Seperti itulah karakter seekor rubah, yang meski
relatif kecil tetapi bisa sangat merugikan bagi kita.
Kemarin
kita sudah melihat bagaimana janji Tuhan yang luar biasa melimpah
kepada kita yang melakukan pertobatan dengan sungguh-sungguh. Tuhan
menjanjikan sebuah tahun pemulihan. Hujan awal dan hujan akhir,
pemulihan dari tahun-tahun yang hasilnya habis dimakan belalang,
kehadiran bala tentara Tuhan yang besar ketengah-tengah kita, semua itu
akan diberikan kepada kita yang mau berbesar hati untuk menyadari
penyimpangan-penyimpangan kita dan kemudian bertobat, kembali kepada
Tuhan. Semua ini dengan panjang lebar dan jelas disampaikan dalam Yoel
2:18-27. Ada sebuah janji lagi yang juga sudah saya singgung kemarin,
yaitu Tuhan pun akan mencurahkan RohNya, Roh Kudus, ke atas kita semua. Seperti janji saya kemarin, hari ini mari kita lihat lebih jauh mengenai hal ini.
Tikus
adalah hewan yang dikenal memiliki kepintaran diatas rata-rata hewan
lainnya dan sering dipakai untuk penelitian. Misalnya percobaan untuk
mengetahui kecepatan belajar dan daya ingat tikus putih dengan
menempatkannya di dalam 'maze' atau labirin berliku untuk
menemukan jalan keluar. Bagi kita yang ukurannya lebih besar dari tikus
putih, kita tentu bisa melihat dan memperhatikan segala gerak-gerik
tikus itu dalam mencari jalan. Apakah ia berhenti, bersembunyi, salah
jalan, mundur, atau akhirnya berhasil menemukan jalan keluar, semua akan
bisa kita lihat dengan jelas. Tikus mungkin tidak tahu bahwa kita
memperhatikan dan mempelajarinya, tetapi jelas kita bisa mengetahui
tindak-tanduknya tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun.
"Aduh
jangan saya.. kamu saja.." kata seorang teman dalam persekutuan suatu
kali sambil tertawa. Ia menolak untuk memimpin doa sebelum pulang,
karena katanya, ia tidak pandai berkata-kata. Apakah kepiawaian
merangkai kata memang sepenting itu dalam berdoa? "Iya dong.. kalau
tidak nanti ditertawakan, bikin malu saja." katanya lagi. Ada banyak
orang yang mengira bahwa doa itu sama seperti membaca sajak, puisi atau
lirik lagu. Memakai kata-kata yang terangkai indah atau malah sepanjang
mungkin. Huruf-huruf akhirnya harus bisa dibuat sama, penguasaan
kosakata juga harus mumpuni. Tidaklah mengherankan jika banyak orang
yang tidak berani memimpin doa bahkan dikalangan teman-temannya sendiri.
Bagus tidaknya sebuah doa bukan lagi didasarkan kepada kesungguhan
hati, ketulusan dan kejujuran, melainkan kehebatan bermain kata. Doa
bukan lagi merupakan sarana hubungan antara kita dengan Tuhan, namun
sudah bergeser maknanya menjadi ajang untuk memamerkan kemampuan
merangkai kata, atau kehebatan menghafal, cara mengucapkan yang
'emosionil' supaya bisa terasa menyentuh dan sebagainya. Apakah itu yang
dicari Tuhan dari kita? 
Seorang
pengusaha yang saya kenal pernah berkata sambil tertawa bahwa ia merasa
kriteria-kriteria yang ditulis di koran-koran untuk lowongan pekerjaan
sebenarnya keliru. Dari pengalamannya, seringkali yang menentukan
bukanlah gelar, keahlian atau bahkan pengalaman kerja segudang,
melainkan justru pekerja-pekerja yang punya integritas dan loyalitas.
Kenyataannya masih banyak perusahaan yang lebih menekankan kepada
faktor-faktor luar ketimbang dalam. Mereka mencari sarjana, makin tinggi
makin bagus, lulusan dari mana, pernah bekerja sebelumnya dan
lain-lain, ketimbang mencari orang-orang yang mau bekerja dengan
maksimal dengan kesetiaan dan itegritas tinggi. "Justru itu yang sulit
dicari pak.." kata pengusaha itu sambil tertawa.
Lucu
juga melihat foto disamping ini. Hanya karena tanpa perhitungan ketika
mengecat, seorang gadis akhirnya terperangkap di sudut ruangan dan harus
menanti cat kering agar bisa melangkah ke pintu. Apa yang tampil di
foto ilustrasi hari ini sebenarnya menggambarkan situasi yang sering
terjadi dalam kehidupan kita. Meski mungkin tidak secara persis dalam
mengecat, tapi seringkali kita berhadapan pada situasi terjepit. Maju
kena, mundur pun kena. Kita terperangkap bagai tikus yang tidak lagi
bisa lari kemana-mana dan mengira kita tidak lagi punya peluang apa-apa,
hanya bisa pasrah dan menunggu nasib. Ada kalanya kita memang harus
melalui situasi seperti itu agar otot-otot rohani kita bisa dilatih agar
lebih kuat lagi, tapi tidak jarang pula itu terjadi pada kita karena
kecerobohan sendiri seperti foto disamping ini. Kita tidak berpikir
panjang terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, dan pada akhirnya
kecerobohan kita membuat kita terjepit. Apapun latar belakang yang
membuat kita terdesak dalam situasi sulit, ketika kita merasa tidak lagi
ada jalan keluar atau sepertinya kesulitan mengepung kita dari segala
arah, menyerah sebenarnya bukanlah sebuah opsi. Jangan lupa bahwa ada
Tuhan yang bisa melakukan sesuatu yang ajaib terhadap anak-anakNya yang
selalu setia menggantungkan hidup dan mengandalkanNya dalam setiap
keadaan.